Perayaan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di halaman Kantor Bupati Sikka menyisakan pemandangan yang memprihatinkan: sampah berserakan di berbagai sudut area kegiatan. Pemandangan ini mencerminkan adanya krisis ekologis yang menyangkut kesadaran kita akan lingkungan hidup.
Apa yang terlintas dalam benak kita ketika melihat tumpukan sampah pasca perayaan? Sebuah pertanyaan yang menggugah refleksi akan tanggung jawab kita terhadap lingkungan, terutama di saat kita merayakan pendidikan yang seharusnya membentuk karakter dan kesadaran lingkungan.
Krisis Ekologi dan Spiritual
Dalam salah satu pesan penting, terdapat pemahaman bahwa kita tidak hanya menghadapi krisis ekologi, tetapi juga krisis spiritual. Ini berarti perlunya kita melakukan perubahan cara pandang dan perilaku terhadap alam. Alam sebagai ciptaan Tuhan harus dipandang dengan rasa hormat dan tanggung jawab.
Kondisi usai perayaan Hardiknas itu menunjukkan bahwa kesadaran kolektif—termasuk di kalangan pejabat, ASN, pendidik, dan peserta didik—masih sangat rendah. Halaman kantor bupati seharusnya menjadi cermin kewibawaan dan budaya masyarakat, tetapi kenyataannya, pemandangan sampah justru menggambarkan kurangnya literasi ekologi.
Refleksi Nilai Pendidikan dan Kesadaran Lingkungan
Perayaan seperti Hardiknas seharusnya bukan sekadar seremoni. Moment ini bisa menjadi refleksi yang mendalam tentang nilai-nilai pendidikan, termasuk di dalamnya pendidikan lingkungan dan spiritualitas. Ketika seorang tokoh hadir dan menegaskan, “Stop bicara mencintai Pencipta jika masih membuang sampah sembarangan,” kita diingatkan akan pentingnya menghargai bumi dan seluruh ciptaan sebagai bagian dari tanggung jawab spiritual kita.
Gerakan-gerakan seperti “Jumat Bersih” dan kampanye “Bebas Sampah” bisa jadi hanya menjadi slogan kosong jika tidak diiringi dengan sistem, sanksi, dan kesadaran yang nyata. Literasi lingkungan serta mitigasi harus dimulai dari kehidupan sehari-hari—di rumah, di sekolah, dan dalam komunitas—dengan dukungan kebijakan yang tegas dan nyata.
Mari kita ubah cara pandang kita dan sadar bahwa beriman juga berarti bertanggung jawab terhadap bumi yang kita huni. Kesadaran ini akan menciptakan hubungan yang lebih mendalam antara manusia dan alam, mendorong kita untuk bertindak dengan cara yang lebih baik dan tidak merusak lingkungan.