www.mediapos.id – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Dumai baru saja memutuskan untuk menjatuhkan hukuman tujuh bulan penjara kepada Inong Fitriani, yang lebih dikenal sebagai Inong. Keputusan ini diambil setelah Inong dinyatakan secara sah dan meyakinkan telah menggunakan dokumen palsu untuk menguasai lahan dan mendapatkan keuntungan finansial yang signifikan.
Sidang yang menyidangkan kasus ini diadakan pada tanggal 1 Agustus 2025 dan dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Taufik Abdul Halim Nainggolan. Dalam putusannya, hak kesehatan hukum para pihak yang terkena dampak juga menjadi perhatian serius.
Menurut putusan majelis hakim, tindakan Inong melanggar Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Penggunaan surat palsu dalam klaim tanah ini juga menunjukkan adanya pelanggaran hukum yang jelas, yang berdampak luas pada masyarakat sekitar.
Pertimbangan Hakim dalam Kasus Penggunaan Dokumen Palsu
Hakim Taufik merincikan bahwa dokumen yang digunakan oleh terdakwa untuk mengklaim kepemilikan tanah tidak memiliki dasar hukum yang sah. Ketidaksesuaian antara data resmi dan dokumen yang diajukan menjadi bukti kuat bahwa niat Inong adalah untuk merugikan pihak lain.
Salah satu dokumen yang dipersoalkan adalah surat penyerahan tanah yang dikeluarkan pada 7 April 1961, yang dinyatakan tidak sah. Rincian mengenai pengukuran resmi oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Dumai juga menunjukkan bahwa sebagian besar tanah yang diklaim sebenarnya sudah bersertifikat.
Selama proses persidangan, majelis hakim menyatakan bahwa Inong memiliki pengetahuan tentang riwayat tanah tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa ia dengan sengaja berusaha menggunakan dokumen yang diragukan keabsahannya untuk keuntungan pribadi.
Sewa Lahan dan Penghasilan Terdakwa dari Kegiatan Ilegal
Sejak tahun 2021, Inong menyewakan 14 unit kios di lahan yang dipermasalahkan, meskipun dasar hukum penyewaan tersebut tidak diakui. Dalam periode empat tahun, Inong berhasil memperoleh penghasilan sekitar Rp10 juta per bulan, sehingga totalnya mencapai Rp560 juta.
Tindakan penyewaan ini jelas menunjukkan pengabaian terhadap hukum, karena Inong tidak melakukan klarifikasi dokumen ke Kelurahan Bintan atau BPN Dumai. Hal ini menunjukkan ketidakpatuhan terhadap aturan yang ada, yang seharusnya diikuti oleh warga negara.
Oleh karena itu, majelis hakim menganggap bahwa tindakan ini menciptakan kerugian yang tidak hanya bagi pemilik sah tanah, tetapi juga bagi masyarakat. Keputusan ini menjadi pelajaran penting di mana dokumen palsu tidak dapat menjadi alat untuk mendapatkan keuntungan finansial.
Dampak dari Keputusan Hakim dan Langkah Selanjutnya
Putusan ini mendapatkan perhatian luas karena menegaskan bahwa penggunaan dokumen tidak sah untuk keuntungan pribadi dapat berujung pada sanksi hukum yang berat. Ini juga menjadi sinyal bagi masyarakat agar lebih berhati-hati dalam melakukan transaksi yang melibatkan kepemilikan tanah.
Sebagai respons terhadap putusan ini, Jaksa Penuntut Umum dan tim penasihat hukum terdakwa mengungkapkan bahwa mereka masih mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya. Hal ini membuka kemungkinan untuk mengajukan banding terhadap keputusan yang telah diambil majelis hakim.
Keputusan ini juga mempertegas komitmen sistem peradilan untuk memberantas praktik illegal dalam penguasaan tanah. Melalui penegakan hukum yang tegas, diharapkan masyarakat akan semakin memahami pentingnya keabsahan dokumen dalam transaksi tanah.