www.mediapos.id – PIMPINAN Wilayah Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (PW IPNU) Sumatera Barat menyatakan penyesalan yang mendalam terkait dengan tindakan represif aparat kepolisian yang menyebabkan kematian seorang pengemudi ojek online. Kasus ini terjadi dalam konteks pengamanan unjuk rasa dan menimbulkan protes dari berbagai elemen masyarakat termasuk organisasi pelajar.
Ketua PW IPNU Sumbar, Metra Wiranda Putra, mengecam keras aksi tersebut sambil menyampaikan duka cita. Ia menegaskan bahwa tindakan aparat sangat bertentangan dengan prinsip dasar penegakan hukum dan perlindungan terhadap hak asasi manusia.
Metra menambahkan bahwa seharusnya, aparat berfungsi untuk melindungi masyarakat, bukan sebaliknya mencederai keselamatan mereka. Kekerasan terhadap warga sipil adalah sebuah pelanggaran hak asasi manusia dan merupakan bentuk pengkhianatan terhadap amanat konstitusi yang dijunjung tinggi.
Pernyataan Resmi PW IPNU Terhadap Kasus Kematian Ini
Dalam pernyataannya, Metra memastikan bahwa tindakan kekerasan oleh aparat mencerminkan penyalahgunaan wewenang yang seharusnya tidak terjadi dalam sistem demokrasi. Arogansi yang ditunjukkan perlu mendapatkan perhatian serius dari publik dan pemerintah.
“Kami merasa kecewa mendalam terhadap arogansi yang ditunjukkan oleh aparat negara. Tindakan ini bukan hanya pelanggaran etik, tetapi juga merupakan pelanggaran hukum yang seharusnya bisa dipertanggungjawabkan,” ucapnya. Dengan kata lain, situasi ini menggambarkan bahwa ada sesuatu yang salah dalam sistem pengawasan terhadap aparat keamanan.
Metra juga menyoroti perlunya evaluasi menyeluruh terhadap internal Polri, baik di tingkat pusat maupun daerah. Evaluasi ini diharapkan dapat menciptakan sistem yang lebih transparan dan akuntabel dalam penegakan hukum.
Tuntutan PW IPNU untuk Keadilan dan Transparansi
PW IPNU Sumbar merilis enam poin tuntutan untuk menanggapi situasi yang terjadi. Pertama, mereka mengutuk tindakan represif aparat yang menyebabkan hilangnya nyawa setiap warga sipil.
Kemudian, mereka mendesak penegak hukum untuk mengusut tuntas tindakan kekerasan dan mengadili pelaku secara transparan. Ini penting agar masyarakat mendapatkan kepastian hukum, serta menegaskan komitmen terhadap prinsip-prinsip demokrasi.
Terakhir, mereka menuntut agar terdapat evaluasi menyeluruh di tubuh Polri, untuk memastikan bahwa insiden serupa tidak akan terulang di masa mendatang. Metra berpendapat bahwa langkah ini mencerminkan tanggung jawab aparat terhadap masyarakat yang dilindunginya.
Dampak dan Harapan Masyarakat terhadap Keadilan
PW IPNU Sumbar mengingatkan bahwa kejadian tragis ini adalah sebuah pelajaran penting bagi semua pihak. Tindakan kekerasan bukan hanya merugikan individu, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap proses hukum dan aparat negara.
“Tidak ada kata maaf bagi pelaku kekerasan. Nyawa tidak bisa dibayar dengan permintaan maaf. Duka Affan adalah duka rakyat Indonesia,” tegas Metra, menunjukkan betapa mendalamnya rasa kehilangan yang dirasakan oleh masyarakat secara umum.
Mereka berharap agar tragedi serupa tidak terjadi lagi di masa depan. Ada harapan kolektif bahwa semua pihak bisa memetik pelajaran dari insiden ini untuk memperbaiki tata kelola keamanan dan penegakan hukum di Indonesia.
Belasungkawa yang disampaikan oleh PW IPNU Sumbar tidak hanya untuk Affan, tetapi juga sebagai bentuk solidaritas kepada seluruh korban kekerasan yang terjadi akibat aparat yang seharusnya melindungi. Mereka menginginkan masa depan di mana tidak ada lagi nyawa yang melayang karena kesalahan dalam penegakan hukum.
“Semoga ini menjadi yang terakhir. Tidak boleh ada lagi korban seperti Affan,” tutup Metra, menekankan pentingnya perbaikan sistem demi masa depan yang lebih baik bagi semua. Duka yang dialami kini seharusnya menjadi motivasi untuk mengubah keadaan menjadi lebih baik dan lebih manusiawi. Namun, semua itu memerlukan kerjasama dari berbagai lapisan masyarakat untuk memastikan keadilan terwujud di bumi pertiwi ini.